Setiap pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG menghadapi tantangan krusial dalam menyediakan makanan yang tidak hanya bergizi, tetapi juga aman. Risiko terbesar dalam operasional dapur massal adalah keracunan makanan. Risiko ini seringkali muncul karena adanya jeda waktu yang terlalu lama antara proses memasak dan waktu konsumsi. Di tengah jeda inilah muncul istilah kritis yang harus dipahami semua pegiat MBG, yaitu Zona Berbahaya Suhu.

Zona Berbahaya Suhu: Habitat Paling Ideal bagi Bakteri

Zona Berbahaya Suhu atau Temperature Danger Zone adalah rentang suhu ideal bagi bakteri penyebab penyakit (pathogen) pada makanan untuk berkembang biak dengan sangat cepat. Rentang suhu ini secara umum berada di antara 4°C hingga 60°C (40°F hingga 140°F). Dalam suhu ini, bakteri bisa berlipat ganda dalam waktu sesingkat 20 menit. Makanan yang berpotensi bahaya, seperti daging, unggas, produk susu, nasi, dan sayuran matang, sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba di zona ini.

Mengapa kita harus sangat memperhatikan zona ini? Karena makanan yang berada di rentang suhu tersebut, terutama pada suhu yang paling optimal bagi pertumbuhan bakteri, yaitu antara 21∘C dan 47∘C, dapat terkontaminasi secara masif. Konsumsi makanan yang telah masuk ke zona ini dan dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan gangguan pencernaan, mual, diare, hingga keracunan massal.

Operasionalisasi Zona Berbahaya dalam Dapur MBG

Penerapan konsep Zona Berbahaya Suhu dalam Dapur MBG menuntut disiplin waktu dan penggunaan peralatan yang tepat. Tujuannya sederhana: Pastikan makanan panas tetap panas, dan makanan dingin tetap dingin. Kita harus memindahkan makanan melalui rentang 4∘C hingga 60∘C secepat mungkin. Batas kritisnya, makanan tidak boleh berada di Zona Berbahaya Suhu selama lebih dari dua jam secara kumulatif. Jika suhu lingkungan lebih dari 32∘C, batas waktunya bahkan harus dipersingkat menjadi satu jam.

Bagaimana Menerapkan Kontrol Suhu yang Ketat?

Untuk memastikan keamanan pangan di SPPG, beberapa prosedur operasional harus dilaksanakan. Pengawasan suhu adalah garis pertahanan terakhir sebelum makanan disajikan.

  1. Makanan Panas (Hot Holding): Makanan matang yang akan segera disajikan harus dipertahankan pada suhu di atas 60∘C. Dapur MBG perlu menggunakan alat pemanas yang sesuai, seperti chafing dishes atau food warmer, untuk menjaga suhu makanan sebelum pengemasan dan distribusi. Makanan harus dikemas segera setelah matang dan mencapai suhu optimal.
  2. Makanan Dingin (Cold Holding): Bahan seperti buah-buahan atau sayuran segar yang sudah dipotong harus dijaga pada suhu 4∘C atau lebih rendah. Penyimpanan yang tepat di lemari pendingin sangat krusial, dan makanan dingin tidak boleh dibiarkan lama di suhu ruang.
  3. Pendinginan Cepat (Rapid Cooling): Jika makanan harus didinginkan untuk penyimpanan atau penggunaan di hari berikutnya, proses pendinginan harus dilakukan secara cepat. Makanan harus didinginkan dari 60∘C ke 20∘C dalam waktu dua jam pertama. Kemudian, didinginkan lagi dari 20∘C ke 4∘C dalam empat jam berikutnya. Total waktu pendinginan idealnya tidak lebih dari enam jam.
  4. Pemanasan Ulang (Reheating): Makanan sisa yang dipanaskan ulang harus mencapai suhu internal minimum 74∘C dalam waktu cepat sebelum disajikan kembali. Pemanasan ulang harus dilakukan dalam waktu dua jam. Hindari teknik pemanasan yang lambat karena akan membuat makanan berada di Zona Berbahaya terlalu lama.

Pengecekan suhu makanan harus menjadi bagian dari Standar Operasi Prosedur (SOP) harian di Dapur MBG. Menggunakan termometer makanan adalah keharusan, bukan pilihan. Kontaminasi silang juga merupakan ancaman serius. Pisahkan area dan peralatan untuk bahan mentah dan makanan matang, dan selalu pastikan kebersihan petugas serta dapur secara menyeluruh. Ketidakpatuhan terhadap standar suhu dan higienitas akan menggagalkan tujuan Program MBG.

Video ini menjelaskan mengapa menjaga makanan di luar rentang suhu tertentu sangat penting untuk mencegah keracunan. The Temperature Danger Zone