Setelah kita memastikan bahwa air telah bersih dari padatan terlarut (TDS) berkat teknologi canggih seperti Reverse Osmosis, langkah krusial berikutnya adalah mengukur dan menyeimbangkan jiwa air itu sendiri: pH (Potensial Hidrogen).

pH adalah tolok ukur yang menentukan apakah air yang kita minum bersifat asam, netral, atau basa. Meskipun mungkin terdengar seperti pelajaran kimia, nilai pH ini secara langsung memengaruhi rasa air, keamanan pipa, dan, yang paling penting, bagaimana tubuh kita menerimanya.

Mengapa pH Menjadi Penentu Kualitas?

Bayangkan air minum sebagai sebuah panggung keseimbangan. Skala pH dari 0 hingga 14 menunjukkan posisi keseimbangan ini:

  • Netral (pH7,0): Inilah titik ideal, air murni yang tidak condong ke mana-mana.
  • Asam (pH<7,0): Air yang "lapar" elektron.
  • Basa/Alkali (pH>7,0): Air yang "kaya" elektron.

1. Dampak pada Rasa dan Pipa

Dalam konteks industri AMDK, nilai pH air memiliki dua konsekuensi fisik yang sangat penting:

  • pH Asam (misalnya 6,0 atau lebih rendah): Air akan terasa metalik atau sedikit tajam di lidah, membuat pengalaman minum menjadi kurang menyenangkan. Dari sisi teknis, air asam bersifat korosif; ia akan menggerogoti pipa penyalur, yang berisiko melarutkan logam-logam berbahaya (seperti timbal dan tembaga) ke dalam air sebelum dikemas. Ini adalah ancaman keamanan pangan yang harus dihindari.
  • pH Basa (misalnya 8,5 atau lebih tinggi): Air basa sering terasa lebih licin atau terkadang sedikit pahit. Meskipun tren air alkali cukup populer, pH yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan pembentukan kerak (endapan) dalam sistem pipa.

2. Tantangan Pasca-RO dan Solusinya

Seperti yang kita bahas sebelumnya, teknologi Reverse Osmosis menghilangkan hampir semua mineral, termasuk mineral penyangga (seperti bikarbonat) yang menjaga pH tetap stabil. Akibatnya, air hasil RO cenderung memiliki pH yang lebih rendah (sedikit asam) karena ia rentan menyerap CO2​ (karbon dioksida) dari udara.

Di sinilah operator pabrik memainkan perannya sebagai penyeimbang:

  • Air Mineral: Pabrik harus memastikan pH tetap berada di rentang 6,5−8,5 (SNI umum) untuk menjaga kualitas alami dan rasa yang segar.
  • Air Demineral (Air RO): Walaupun standar mengizinkan pH sedikit lebih rendah (5,0−7,5), produsen sering melakukan remineralisasi ringan setelah RO, tidak hanya untuk menambahkan mineral esensial kembali ke dalam air, tetapi juga untuk menstabilkan pH air dan memberikan rasa yang lebih baik, menjauhkan air dari sifat korosif.

Singkatnya, pH adalah jaminan akhir bahwa air tidak hanya bebas kontaminan (TDS rendah), tetapi juga berada dalam kondisi yang netral dan stabil, memberikan rasa yang enak, aman bagi tubuh, dan terjamin kualitasnya sesuai standar Indonesia.