Sering kali, tim HR mengeluarkan kebijakan atau menawarkan layanan tanpa standar kinerja yang terukur dan disepakati. Misalnya, berapa lama waktu ideal untuk memproses onboarding karyawan baru? Berapa lama waktu respons tim HR terhadap pertanyaan gaji? Ketidakjelasan ini bisa menyebabkan ketidakpuasan karyawan. Bagaimana kita mengelola ekspektasi internal dan mengukur efisiensi layanan HR secara objektif? Masalah ini menunjukkan pentingnya sebuah kontrak internal yang jelas.
Kita menggunakan SLA karena ia adalah alat paling efektif untuk mengubah layanan HR menjadi fungsi yang fokus pada pelanggan internal.
SLA membantu menyamakan ekspektasi antara tim HR dan pengguna layanan. Ketika karyawan tahu pasti bahwa permintaan cuti akan diproses maksimal dalam $2 \times 24$ jam, mereka tidak akan merasa tidak pasti atau frustrasi. Kejelasan ini membangun kepercayaan.
Dengan menetapkan metrik yang jelas, SLA memberikan tolak ukur kinerja yang objektif bagi tim HR itu sendiri. Ini bukan hanya tentang bekerja keras, tetapi tentang bekerja efisien. Kita dapat mengukur dan menganalisis apakah tim HR telah memenuhi komitmen yang disepakati, mendorong akuntabilitas.
SLA juga menjadi fondasi untuk peningkatan proses berkelanjutan. Pelanggaran SLA yang berulang-ulang, misalnya keterlambatan payroll atau time-to-hire yang panjang, menunjukkan bottleneck atau inefisiensi. Data SLA dapat mengidentifikasi masalah akar dan membantu tim HR merancang ulang alur kerja.
Dalam konteks HR, SLA bukanlah perjanjian hukum dengan pihak eksternal, melainkan standar internal yang mengikat tim HR untuk memberikan layanan yang cepat, akurat, dan berkualitas kepada "pelanggan internal" mereka, yaitu Karyawan dan Manajer (User).
Mengapa HR Membutuhkan SLA?
SLA mengubah fungsi HR dari departemen yang reaktif menjadi proaktif dan terukur (measurable).
- Meningkatkan Kualitas Layanan: Memastikan layanan HR (seperti pemrosesan gaji, onboarding, atau persetujuan cuti) dilakukan secara konsisten dan sesuai standar yang disepakati.
- Membangun Akuntabilitas: Menetapkan tanggung jawab yang jelas dan target waktu (turnaround time) untuk setiap langkah proses.
- Mengukur Kinerja Tim HR: SLA menjadi Key Performance Indicator (KPI) utama untuk mengevaluasi efisiensi tim HR.
- Meningkatkan Kepuasan Karyawan: Ketika karyawan mengetahui secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan layanan (misalnya, kartu nama selesai dalam 3 hari kerja), harapan mereka dapat dikelola dengan baik.
SLA diukur berdasarkan waktu penyelesaian (Turnaround Time/TAT) atau tingkat akurasi.
Proses HR | Aktivitas yang diukur | SLA (Standar Waktu) |
Rekrutmen | Waktu pengisian posisi kosong (Time to Hire) | Maksimal 30 hari kalender. |
Administrasi | Pembuatan ID Card Karyawan Baru | Maksimal 3 hari kerja setelah onboarding selesai. |
Gaji & Benefit | Pemrosesan Klaim Kesehatan/Reimbursement | Maksimal 5 hari kerja setelah dokumen lengkap diterima. |
Kesejahteraan | Persetujuan Permintaan Cuti | Maksimal 48 jam (dihitung sejak formulir lengkap diterima oleh Atasan). |
Teknologi HR | Respon terhadap tiket permintaan bantuan HRIS | Respon Awal dalam 2 jam kerja. |
Langkah Membuat SLA yang Efektif:
- Definisikan Layanan: Tentukan secara spesifik layanan HR mana yang akan di-SLA-kan (misalnya, hanya fokus pada Payroll dan Onboarding).
- Ukur Proses Aktual: Gunakan data dari Process Mapping dan Bottleneck Analysis untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan saat ini (As-Is Time).
- Tentukan Standar (Target): Tetapkan target waktu penyelesaian yang realistis, menantang, dan disepakati bersama oleh semua pihak yang terlibat (termasuk Manajer User).
- Dokumentasikan: Buat dokumen SLA secara tertulis yang mencakup definisi, metrik (KPI), dan konsekuensi jika SLA tidak terpenuhi.
- Monitor dan Review: Secara rutin ukur kinerja tim HR terhadap SLA. Lakukan review dan penyesuaian SLA setiap periode tertentu (misalnya, setiap 6 bulan).
Menyusun SLA tidak boleh dilakukan secara sepihak. Ini adalah perjanjian yang menuntut masukan dari kedua belah pihak.
Pertama, kita harus analisis data historis dan kinerja HR saat ini. Berapa lama rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap layanan? SLA yang efektif adalah yang ambisius tetapi tetap realistis, bukan hanya daftar keinginan.
Kedua, diskusikan dan negosiasikan dengan stakeholder internal. Tim HR harus mengetahui kapasitas mereka, sementara Manajer User harus menyatakan kebutuhan mereka. Kesepakatan yang disetujui bersama akan memiliki kepatuhan yang lebih tinggi.
Terakhir, pastikan metrik yang dipilih adalah S.M.A.R.T. (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). SLA yang samar-samar, seperti "memberikan layanan yang baik," tidak dapat diukur dan hanya akan menciptakan ambiguitas. Apakah ada konsekuensi jika standar tidak terpenuhi? Itu harus jelas.
Penerapan SLA dapat disesuaikan dengan setiap fungsi dalam departemen HR, memberikan target kinerja yang berbeda.
Dalam fungsi Rekrutmen (Talent Acquisition), metrik SLA yang kita tetapkan berfokus pada kecepatan dan kualitas. Contohnya: "Waktu penempatan kandidat (Time-to-Offer): Maksimal 21 hari kerja sejak Job Requisition disetujui." Ini adalah komitmen tim HR kepada Manajer User.
Untuk fungsi Administrasi/Operasi HR, fokus SLA adalah pada akurasi dan kecepatan pemrosesan.
- "Pemrosesan Penggantian Biaya Perjalanan Dinas (Reimbursement): Selesai dalam 3 hari kerja setelah dokumen lengkap diterima."
- "Penerbitan Surat Keterangan Karyawan: Maksimal $1 \times 24$ jam setelah permintaan diajukan melalui sistem."
Pada fungsi Pusat Kontak Karyawan (Employee Helpdesk), kita dapat menetapkan level layanan berdasarkan tingkat urgensi. Misalnya, permintaan yang berkaitan dengan masalah gaji (Severity 1) harus diselesaikan dalam $8$ jam kerja. Sedangkan, pertanyaan tentang kebijakan cuti (Severity 3) memiliki waktu penyelesaian $48$ jam.