Bisnis modern menuntut fokus pada kompetensi inti agar dapat bersaing. Seringkali, fungsi pendukung atau pekerjaan non-inti menyita waktu, energi, dan sumber daya tim HR. Bagaimana kita bisa mengalihkan beban administratif dan operasional ini, sambil tetap menjaga kualitas kerja dan kepatuhan regulasi? Tantangan ini membuat kita perlu memahami konsep delegasi strategis.
Outsourcing ini adalah memutus hubungan kerja langsung untuk pekerjaan pendukung dan menjadikannya hubungan bisnis/kontrak jasa. Perusahaan klien hanya berfokus pada hasil pekerjaan, sementara perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab penuh atas hak dan kewajiban ketenagakerjaan pekerjanya. Penggunaan alih daya harus sesuai dengan batasan pekerjaan yang diizinkan oleh regulasi ketenagakerjaan setempat
Penggunaan Outsourcing menjadi penting karena beberapa alasan strategis yang relevan bagi praktisi HR.
Outsourcing memungkinkan perusahaan fokus pada core business-nya. Fungsi-fungsi pendukung seperti keamanan, kebersihan, atau bahkan administrasi payroll dapat diserahkan. Ini membebaskan tim internal dan manajemen untuk mengalokasikan waktu serta energi pada aktivitas yang menghasilkan pendapatan utama dan inovasi.
Kita dapat mencapai efisiensi biaya operasional yang signifikan. Dengan alih daya, perusahaan tidak perlu mengurus proses rekrutmen, pelatihan dasar, dan manajemen harian untuk pekerjaan non-inti tersebut. Biaya yang dikeluarkan menjadi variable cost berdasarkan kontrak jasa, bukan fixed cost gaji karyawan tetap.
Kita mendapatkan akses cepat ke keahlian spesialis dan tenaga kerja berkualitas. Perusahaan penyedia jasa umumnya memiliki basis data dan proses seleksi yang terstandarisasi untuk posisi-posisi spesifik. Hal ini mempercepat pengadaan talenta tanpa perlu investasi besar pada departemen rekrutmen internal.
Meskipun efisien, Outsourcing memiliki beberapa risiko yang perlu dikelola oleh HR.
Salah satu risiko terbesar adalah kehilangan kontrol langsung atas kualitas kerja dan budaya perusahaan. Pekerja alih daya loyal kepada perusahaan penyedia jasa, yang bisa memengaruhi integrasi dan kepatuhan terhadap standar internal klien. Bagaimana cara memastikan kualitas layanan tetap tinggi?
Ada potensi risiko hukum dan reputasi. Jika perusahaan penyedia jasa gagal memenuhi hak-hak normatif pekerja, dampak buruknya bisa merembet ke citra perusahaan klien. HR wajib memastikan kepatuhan regulasi ketenagakerjaan oleh perusahaan alih daya.
Isu moral dan loyalitas pekerja alih daya sering muncul. Pekerja yang merasa tidak memiliki jenjang karier di perusahaan klien cenderung memiliki tingkat engagement yang lebih rendah. HR perlu merancang skema interaksi yang tetap menghargai kontribusi mereka.
Di Indonesia, praktik Outsourcing diatur ketat untuk melindungi hak-hak pekerja.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pekerjaan yang dapat dialihdayakan adalah pekerjaan penunjang (non-inti) atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi utama perusahaan.
Pekerja Outsourcing dapat memiliki hubungan kerja melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan perusahaan penyedia jasa. Kejelasan kontrak adalah kunci legalitas.
Perusahaan klien dan penyedia jasa harus menjamin perlindungan hak-hak pekerja. Ini mencakup upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang setara dengan karyawan tetap. HR berperan sebagai pengawas kepatuhan ini.
Jika terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa, masa kerja pekerja alih daya wajib dihitung dan dilanjutkan oleh perusahaan yang baru. Ini merupakan perlindungan kontinuitas kerja bagi individu. Kita harus memitigasi risiko hukum dari awal.
Dalam konteks HR, outsourcing dapat dibagi menjadi dua area utama:
- Outsourcing Fungsi Inti HR (HR BPO - Business Process Outsourcing): Menyerahkan proses administratif HR, seperti payroll (penggajian) atau manajemen tunjangan, kepada vendor.
- Outsourcing Tenaga Kerja: Menggunakan penyedia jasa untuk merekrut dan mengelola karyawan untuk posisi tertentu (biasanya posisi non-inti atau penunjang, seperti keamanan, cleaning service, atau staf call center).
Mengapa Perusahaan Melakukan Outsourcing?
Keputusan untuk melakukan outsourcing didorong oleh beberapa faktor strategis:
- Fokus pada Kompetensi Inti: Membebaskan tim HR internal dari tugas-tugas administratif rutin agar dapat fokus pada strategi bisnis inti (seperti pengembangan talenta dan budaya perusahaan).
- Efisiensi Biaya: Mengurangi biaya operasional, gaji, tunjangan, dan biaya pelatihan yang terkait dengan mempekerjakan karyawan internal untuk fungsi non-inti.
- Akses ke Keahlian Khusus: Mendapatkan akses cepat ke keahlian spesialis (misalnya, kepatuhan pajak penggajian yang kompleks atau teknologi HR terbaru) yang mungkin tidak dimiliki oleh tim internal.
- Fleksibilitas dan Skalabilitas: Memungkinkan perusahaan untuk dengan mudah meningkatkan atau mengurangi jumlah tenaga kerja/layanan sesuai dengan kebutuhan bisnis tanpa menghadapi kompleksitas rekrutmen atau PHK.
Risiko dan Tantangan Outsourcing
Meskipun menawarkan banyak manfaat, outsourcing juga memiliki risiko yang perlu dikelola oleh HR:
- Kontrol Kualitas: Kehilangan kendali langsung atas proses, yang berpotensi menurunkan kualitas jika vendor tidak dikelola dengan baik.
- Kepatuhan Hukum: Di Indonesia, regulasi ketenagakerjaan mengenai outsourcing sangat ketat (terutama untuk jenis pekerjaan inti). HR wajib memastikan vendor mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan terkait.
- Keamanan Data: Berbagi data sensitif karyawan (misalnya, data payroll) dengan pihak eksternal memerlukan perjanjian kerahasiaan (NDA) yang ketat.
- Morale Karyawan: Karyawan internal mungkin merasa terancam atau kurang dihargai jika pekerjaan mereka dialihkan ke pihak luar. HR harus mengelola komunikasi perubahan ini dengan cermat.
Oleh karena itu, HR harus membuat SOP pemilihan dan manajemen vendor yang komprehensif untuk memitigasi risiko-risiko ini.