Mengalir Bagaikan Air Minum Santri
Kami membangun bisnis dimaksudkan sebagai sumber pendanaan bagi ponpes.
Di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, syiar Islam tidak hanya disampaikan lewat pengajian dan kitab kuning, tetapi juga melalui roda ekonomi yang berputar. Sejak didirikan pada 1745, pesantren ini telah menjadi benteng pendidikan Islam yang kokoh, namun kini, ia juga menjelma menjadi pusat bisnis yang mandiri, salah satunya melalui produksi Air Minum Santri.
Kisah ini berawal dari visi para pengasuh pesantren untuk membangun kemandirian finansial. "Kami membangun bisnis dimaksudkan sebagai sumber pendanaan bagi ponpes," ungkap Pengasuh Ponpes Sidogiri, KH Mahmud Ali Zein. Ia menegaskan bahwa tujuan utama bukan semata mencari untung, melainkan "menebar rahmat" dan memberi maslahat bagi umat.
Semangat ini menjadi landasan bagi gurita bisnis Sidogiri yang kini terbagi dalam tiga lini utama: BMT MMU untuk pemberdayaan guru, BMT UGT yang melayani keuangan syariah umum, dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Dimulai dari modal yang sangat sederhana, yakni Rp13,5 juta pada tahun 1997, bisnis ini terus membesar. Hingga 2010, total omzetnya mencapai Rp1,3 triliun setahun, dengan 180 unit cabang tersebar di berbagai wilayah, dari Jawa hingga Kalimantan, bahkan menjajaki ekspansi ke Bali, NTB, dan Papua.
Salah satu produk andalan dari Kopontren adalah Air Minum dalam Kemasan (AMDK) bermerek Santri. Menurut General Manager BMT Sidogiri, Abdul Majid Umar, produk ini merupakan bukti nyata kemandirian pesantren dalam memproduksi barang kebutuhan sehari-hari. "Semua yang kami jual adalah produksi dalam negeri," tegasnya.
Produksi Air Minum Santri menjadi bagian dari ekosistem bisnis yang telah menyerap sedikitnya 1.300 tenaga kerja, baik dari kalangan santri maupun masyarakat umum. Ini menunjukkan bahwa bisnis pesantren tidak hanya berorientasi pada keuntungan internal, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan yang bermanfaat bagi komunitas sekitar.
Keuntungan dari bisnis ini, termasuk penjualan Air Minum Santri, dimanfaatkan kembali untuk kepentingan pesantren dan umat. KH Mahmud Ali Zein menjelaskan, berkat kemandirian finansial ini, Sidogiri secara rutin bisa mengirimkan guru ke berbagai pelosok Indonesia. "Tahun lalu ada 553 guru yang kami kirim ke seluruh pelosok Indonesia," paparnya.
Kisah Pondok Pesantren Sidogiri dan bisnisnya, termasuk Air Minum Santri, adalah cerminan dari etos kewirausahaan santri yang kuat. Mereka membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi pusat inovasi yang mandiri, tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga penggerak ekonomi yang membawa kebermanfaatan bagi masyarakat luas.